Renungan Harian - "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu". (Filipi 4:8)
Kutipan ayat di atas secara implisit mengatakan bahwa perkataan dan perilaku yang akan mewarnai hari-hari kita ditentukan pikiran yang masuk dalam benak kita. Biasanya kita berharap agar hari yang kita jalani adalah hari yang menyenangkan dan bermakna bagi diri kita, juga bagi orang lain. Di tempat kerja, juga di tengah-tengah keluarga. Kenyataannya tidak selalu demikian, kita justru sering mengalami dan menghadapi situasi yang kurang menyenangkan. Kita menjadi kesal, jengkel, dan marah. Kekesalan, kejengkelan dan kemarahan itu dapat dilihat dari perkataan dan perilaku kita. Dalam situasi seperti ini, biasanya kita tidak dapat bekerja dengan tenang. Kita tidak bisa mengambil keputusan tepat tetapi justru kesalahan demi kesalahan bisa saja terjadi.
Suasana hati yang tidak menentu ini kemudian terbawa ke rumah dan sedikit saja kesalahan yang terjadi di rumah akan membuat kita meledak dengan kata-kata yang menyakiti hati orang lain, mungkin menyakiti hati istri, menyakiti hati suami, menyakiti hati anak, atau mungkin menyakiti hati orang tua kita yang terkena dampak kekesalan, kejengkelan dan kemarahan kita. Mengapa hal-hal seperti ini bisa terjadi? Apa akar persoalannya? Kutipan di atas mengatakan bahwa kita harus mulai dari pikiran. Mengapa harus mulai dari pikiran? karena perkataan dan perilaku yang baik dan benar dimulai dari pikiran yang baik dan benar. Pertanyaan selanjutnya adalah pikiran yang baik dan benar seperti apa yang harus kita pikirkan?
"Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Amin
Kutipan ayat di atas secara implisit mengatakan bahwa perkataan dan perilaku yang akan mewarnai hari-hari kita ditentukan pikiran yang masuk dalam benak kita. Biasanya kita berharap agar hari yang kita jalani adalah hari yang menyenangkan dan bermakna bagi diri kita, juga bagi orang lain. Di tempat kerja, juga di tengah-tengah keluarga. Kenyataannya tidak selalu demikian, kita justru sering mengalami dan menghadapi situasi yang kurang menyenangkan. Kita menjadi kesal, jengkel, dan marah. Kekesalan, kejengkelan dan kemarahan itu dapat dilihat dari perkataan dan perilaku kita. Dalam situasi seperti ini, biasanya kita tidak dapat bekerja dengan tenang. Kita tidak bisa mengambil keputusan tepat tetapi justru kesalahan demi kesalahan bisa saja terjadi.
Suasana hati yang tidak menentu ini kemudian terbawa ke rumah dan sedikit saja kesalahan yang terjadi di rumah akan membuat kita meledak dengan kata-kata yang menyakiti hati orang lain, mungkin menyakiti hati istri, menyakiti hati suami, menyakiti hati anak, atau mungkin menyakiti hati orang tua kita yang terkena dampak kekesalan, kejengkelan dan kemarahan kita. Mengapa hal-hal seperti ini bisa terjadi? Apa akar persoalannya? Kutipan di atas mengatakan bahwa kita harus mulai dari pikiran. Mengapa harus mulai dari pikiran? karena perkataan dan perilaku yang baik dan benar dimulai dari pikiran yang baik dan benar. Pertanyaan selanjutnya adalah pikiran yang baik dan benar seperti apa yang harus kita pikirkan?
"Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Amin
0 Response to "Perkataan Yang Benar Di Mulai Dari Pikiran Yang Benar"
Post a Comment