Pengantar
Banyak hal seputar persembahan persepuluhan yang masih mengundang tanda tanya, bahkan pro dan kontra. Misalnya, apakah persembahan persepuluhan itu wajib atau tidak? Sepersepuluh dari apa; apa dari seluruh pendapatan atau hanya pendapatan tertentu? Terus, dipersembahkannya kemana; apa mesti ke gereja atau bisa juga misalnya untuk membantu orang miskin?
Buletin edisi ini akan mengupas seputar persembahan persepuluhan. Latar belakang Alkitab, makna, dan bagaimana sebaiknya sikap kita.
Dua Pendapat
Secara umum ada dua pendapat mengenai persembahan persepuluhan ini. Kedua pendapat tersebut sama-sama bertolak dari Alkitab.
Pertama, pendapat bahwa persembahan persepuluhan itu sifatnya wajib dilakukan oleh orang Kristen. Itu adalah jumlah minimal yang harus diberikan kepada Tuhan; kalau kita sampai tidak memberikan persembahan persepuluhan maka itu berarti mencuri milik Tuhan. Dasarnya:
1) Abraham memberikan sepersepuluh dari penghasilannya kepada Melkisedek (Kejadian 14:17-20).
2) Yakub menjanjikan kepada Allah sepersepuluh dari yang dimilikinya (Kejadian 28:20-22).
3) Musa menetapkan persembahan persepuluhan sebagai hukum yang harus ditaati (Imamat 27:30-32, bdk. Maleakhi 3:8).
Kedua, pendapat bahwa persembahan persepuluhan bukan hal wajib dilakukan. Dasarnya: persembahan persepuluhan adalah hukum produk Perjanjian Lama, segala hukum dalam Perjanjian Lama sudah digenapi oleh Yesus Kristus. Jadi tidak harus lagi. Dalam Perjanjian Baru pun tidak diharuskan. Tidak ada ayat yang mengharuskan itu.
Latar Belakang Alkitab
Kata persepuluhan (Ibrani: maaser, Yunani: dekate) sebetulnya bukan istilah keagama an. Itu adalah istilah matematika. Dalam dunia kuno angka 10 adalah dasar untuk sistem perhitungan (angka dasar untuk mengukur, juga merupakan simbol penyelesai an). Agama-agama kuno di Timur Tengah memberi persembahan kepada ilah-ilahnya dengan memakai perhitungan sepersepuluh. Dalam agama-agama kuno angka 10 adalah lambang keseluruhan atau kesempurnaan. Bila seseorang telah memberi sepersepuluh kepada ilahnya menunjukkan penyerahan yang menyeluruh. Jadi, bahwa ide persembahan persepuluhanan terdapat dalam agama-agama kuno di Timur Tengah, bukan sesuatu yang baru pada zaman Abraham.
Pada zaman Bapa Leluhur (pathriakha; zaman Abaraham, Yakub), persembahan persepuluhan bersifat sukarela; bukan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Baik Abraham yang memberikan sepersepuluh dari penghasilannya kepada Melkisedek, dan Yakub yang menjanjikan sepersepuluh dari yang dimilikinya kepada Allah, tidak melakukakannya karena diwajibkan, tetapi karena spontan, atas dasar keinginan mereka sendiri.
Pada zaman Musa (Israel sudah menjadi sebuah bangsa yang besar), persembahan persepuluhan wajib hukumnya. Semacam pajak. Israel adalah negara theokrasi (dari kata theos dan kratos); Tuhanlah yang menjadi kepala pemerintahan. Melaksanakan kewajiban negara sama dengan melaksanakan kewajiban kepada Tuhan sendiri). Pada zaman itu persembahan persepuluhan biasanya digunakan untuk :
1). Biaya hidup orang Lewi (suku di Israel yang dikhususkan sebagai imam, Ulangan 14:28-29),
2). Pesta nasional (Ulangan 12:17-18),
3). Untuk menolong orang miskin (Ulangan 14:28-29)
Pada zaman Perjanjian Baru persembahan persepuluhan dalam arti kedua yang berlaku. Bangsa Yahudi diwajibkan memberikan sepersepuluh dari penghasilannya. Hal ini diterapkan oleh para pemimpin agama Yahudi. Bahkan persembahan persepu luhan ini kemudian menjadi ukuran “kesalehan” seseorang.
Sikap Tuhan Yesus
Tuhan Yesus sangat menghargai peraturan yang berlaku. Tetapi Tuhan Yesus menen tang sikap yang memutlakkan peraturan. Sehingga olah peraturan itu malah menjadi tujuan, dan malah bukannya mendatangkan kesejahteraan tapi menjadi tekanan bagi manusia. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan, “Hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”.
Terlebih kalau peraturan, apalagi peraturan keagamaan, justru menjadi alat untuk membenarkan diri dan menghakimi orang lain, seperti orang-orang Farisi dan para ahli Taurat pada zaman Perjanjian Baru. Lihat, misalnya, sikap Tuhan Yesus terhadap hari Sabat.
Dalam hal persembahan persepuluhan Tuhan Yesus tidak menekankan jumlah, tapi pada sikap batin atau motivasi yang mendasari persembahan itu (persembahan bertolak dari hati yang bersyukur, persembahan untuk memuliakan Tuhan, persembah an harus dengan sukarela dan jangan dengan sedih hati atau karena terpaksa). Persembahan sebesar apa pun tanpa dilandasi motivasi itu adalah “nol” di mata Tuhan.
Tuhan sangat menghargai dan memuji janda miskin yang memberi dua peser (Markus 12:42-44) – peser adalah mata utang Israel yang paling kecil. Tuhan Yesus juga sangat menghargai niat baik Zakheus yang hendak memberikan separuh dari seluruh kekayaannya.
Kesimpulan
Dari apa yang sudah dipaparkan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa persem bahan persepuluhan bukan masalah jumlahnya; kalau memang tidak bisa memberi sepersepuluh; mungkin seperduapuluh, atau sepersepuluh kurang, ya tidak apa-apa. Jangan merasa kecil hati, atau merasa bersalah. Tapi kalau misalnya dapat memberi lebih, berilah lebih. Jangan mengecil-ngecilkan berkat Tuhan yang diterima. Ingat perumpamaan tentang talenta. Tuhan tidak menuntut lebih pada yang diberi sedikit, tapi kepada yang diberi banyak, berilah banyak juga.
Tentang kemana persembahan diberikan; tidak selalu harus ke gereja, bisa ke lemba ga sosial, bisa untuk membantu orang miskin. Tapi toh sebagai warga sebuah gereja, kita juga punya tanggung jawab dalam hal berlangsung tidaknya aktivitas dan pela yanan gereja. Persembahan yang diberikan melalui gereja, dikelola oleh Majelis Jemaat untuk kelangsungan aktivitas dan pelayanan gereja.
Penutup
Kalau bukan jumlah yang sepersepuluh, pertanyaannya, lalu buat apa dong masih ada yang namanya persembahan persepuluhan? Ada nilai atau pesan lain dibalik ungkap an persembahan persepuluhan:
1. Memberi persembahan dengan setia; jadi tidak semau-maunya, tergantung mood; kadang memberi kadang tidak, kadang banyak kadang sedikit.
2. Memberi persembahan pada Tuhan harus menjadi yang utama dan pertama; sisih kan bukan sisakan. Jadi bukan dipakai untuk segala sesuatu dulu, baru sisanya untuk Tuhan. Tetapi sisihkan dulu untuk Tuhan, sesuai iman kita tentunya, lalu lainnya kita pakai untuk kebutuhan kita.
3. Memberi persembahan kepada Tuhan dengan kesungguhan hati.
Banyak hal seputar persembahan persepuluhan yang masih mengundang tanda tanya, bahkan pro dan kontra. Misalnya, apakah persembahan persepuluhan itu wajib atau tidak? Sepersepuluh dari apa; apa dari seluruh pendapatan atau hanya pendapatan tertentu? Terus, dipersembahkannya kemana; apa mesti ke gereja atau bisa juga misalnya untuk membantu orang miskin?
Buletin edisi ini akan mengupas seputar persembahan persepuluhan. Latar belakang Alkitab, makna, dan bagaimana sebaiknya sikap kita.
Dua Pendapat
Secara umum ada dua pendapat mengenai persembahan persepuluhan ini. Kedua pendapat tersebut sama-sama bertolak dari Alkitab.
Pertama, pendapat bahwa persembahan persepuluhan itu sifatnya wajib dilakukan oleh orang Kristen. Itu adalah jumlah minimal yang harus diberikan kepada Tuhan; kalau kita sampai tidak memberikan persembahan persepuluhan maka itu berarti mencuri milik Tuhan. Dasarnya:
1) Abraham memberikan sepersepuluh dari penghasilannya kepada Melkisedek (Kejadian 14:17-20).
2) Yakub menjanjikan kepada Allah sepersepuluh dari yang dimilikinya (Kejadian 28:20-22).
3) Musa menetapkan persembahan persepuluhan sebagai hukum yang harus ditaati (Imamat 27:30-32, bdk. Maleakhi 3:8).
Kedua, pendapat bahwa persembahan persepuluhan bukan hal wajib dilakukan. Dasarnya: persembahan persepuluhan adalah hukum produk Perjanjian Lama, segala hukum dalam Perjanjian Lama sudah digenapi oleh Yesus Kristus. Jadi tidak harus lagi. Dalam Perjanjian Baru pun tidak diharuskan. Tidak ada ayat yang mengharuskan itu.
Latar Belakang Alkitab
Kata persepuluhan (Ibrani: maaser, Yunani: dekate) sebetulnya bukan istilah keagama an. Itu adalah istilah matematika. Dalam dunia kuno angka 10 adalah dasar untuk sistem perhitungan (angka dasar untuk mengukur, juga merupakan simbol penyelesai an). Agama-agama kuno di Timur Tengah memberi persembahan kepada ilah-ilahnya dengan memakai perhitungan sepersepuluh. Dalam agama-agama kuno angka 10 adalah lambang keseluruhan atau kesempurnaan. Bila seseorang telah memberi sepersepuluh kepada ilahnya menunjukkan penyerahan yang menyeluruh. Jadi, bahwa ide persembahan persepuluhanan terdapat dalam agama-agama kuno di Timur Tengah, bukan sesuatu yang baru pada zaman Abraham.
Pada zaman Bapa Leluhur (pathriakha; zaman Abaraham, Yakub), persembahan persepuluhan bersifat sukarela; bukan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Baik Abraham yang memberikan sepersepuluh dari penghasilannya kepada Melkisedek, dan Yakub yang menjanjikan sepersepuluh dari yang dimilikinya kepada Allah, tidak melakukakannya karena diwajibkan, tetapi karena spontan, atas dasar keinginan mereka sendiri.
Pada zaman Musa (Israel sudah menjadi sebuah bangsa yang besar), persembahan persepuluhan wajib hukumnya. Semacam pajak. Israel adalah negara theokrasi (dari kata theos dan kratos); Tuhanlah yang menjadi kepala pemerintahan. Melaksanakan kewajiban negara sama dengan melaksanakan kewajiban kepada Tuhan sendiri). Pada zaman itu persembahan persepuluhan biasanya digunakan untuk :
1). Biaya hidup orang Lewi (suku di Israel yang dikhususkan sebagai imam, Ulangan 14:28-29),
2). Pesta nasional (Ulangan 12:17-18),
3). Untuk menolong orang miskin (Ulangan 14:28-29)
Pada zaman Perjanjian Baru persembahan persepuluhan dalam arti kedua yang berlaku. Bangsa Yahudi diwajibkan memberikan sepersepuluh dari penghasilannya. Hal ini diterapkan oleh para pemimpin agama Yahudi. Bahkan persembahan persepu luhan ini kemudian menjadi ukuran “kesalehan” seseorang.
Sikap Tuhan Yesus
Tuhan Yesus sangat menghargai peraturan yang berlaku. Tetapi Tuhan Yesus menen tang sikap yang memutlakkan peraturan. Sehingga olah peraturan itu malah menjadi tujuan, dan malah bukannya mendatangkan kesejahteraan tapi menjadi tekanan bagi manusia. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan, “Hukum ada untuk manusia, bukan manusia untuk hukum”.
Terlebih kalau peraturan, apalagi peraturan keagamaan, justru menjadi alat untuk membenarkan diri dan menghakimi orang lain, seperti orang-orang Farisi dan para ahli Taurat pada zaman Perjanjian Baru. Lihat, misalnya, sikap Tuhan Yesus terhadap hari Sabat.
Dalam hal persembahan persepuluhan Tuhan Yesus tidak menekankan jumlah, tapi pada sikap batin atau motivasi yang mendasari persembahan itu (persembahan bertolak dari hati yang bersyukur, persembahan untuk memuliakan Tuhan, persembah an harus dengan sukarela dan jangan dengan sedih hati atau karena terpaksa). Persembahan sebesar apa pun tanpa dilandasi motivasi itu adalah “nol” di mata Tuhan.
Tuhan sangat menghargai dan memuji janda miskin yang memberi dua peser (Markus 12:42-44) – peser adalah mata utang Israel yang paling kecil. Tuhan Yesus juga sangat menghargai niat baik Zakheus yang hendak memberikan separuh dari seluruh kekayaannya.
Kesimpulan
Dari apa yang sudah dipaparkan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa persem bahan persepuluhan bukan masalah jumlahnya; kalau memang tidak bisa memberi sepersepuluh; mungkin seperduapuluh, atau sepersepuluh kurang, ya tidak apa-apa. Jangan merasa kecil hati, atau merasa bersalah. Tapi kalau misalnya dapat memberi lebih, berilah lebih. Jangan mengecil-ngecilkan berkat Tuhan yang diterima. Ingat perumpamaan tentang talenta. Tuhan tidak menuntut lebih pada yang diberi sedikit, tapi kepada yang diberi banyak, berilah banyak juga.
Tentang kemana persembahan diberikan; tidak selalu harus ke gereja, bisa ke lemba ga sosial, bisa untuk membantu orang miskin. Tapi toh sebagai warga sebuah gereja, kita juga punya tanggung jawab dalam hal berlangsung tidaknya aktivitas dan pela yanan gereja. Persembahan yang diberikan melalui gereja, dikelola oleh Majelis Jemaat untuk kelangsungan aktivitas dan pelayanan gereja.
Penutup
Kalau bukan jumlah yang sepersepuluh, pertanyaannya, lalu buat apa dong masih ada yang namanya persembahan persepuluhan? Ada nilai atau pesan lain dibalik ungkap an persembahan persepuluhan:
1. Memberi persembahan dengan setia; jadi tidak semau-maunya, tergantung mood; kadang memberi kadang tidak, kadang banyak kadang sedikit.
2. Memberi persembahan pada Tuhan harus menjadi yang utama dan pertama; sisih kan bukan sisakan. Jadi bukan dipakai untuk segala sesuatu dulu, baru sisanya untuk Tuhan. Tetapi sisihkan dulu untuk Tuhan, sesuai iman kita tentunya, lalu lainnya kita pakai untuk kebutuhan kita.
3. Memberi persembahan kepada Tuhan dengan kesungguhan hati.
0 Response to "PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN"
Post a Comment