Kutusuk TanganNya Dengan Jariku

Siang yang terik dengan sengatan mentari di atas ubun-ubun itu tak membuat barisan tentara menyerah dan beristirahat jua. Ya... mereka tetap berlari kian kemari dnegan membawa senjata lengkap di tangan mereka. Rupanya amanat Sang Pilatus masih mereka genggam erat. "Pesakitan yang 3 hari lalu digantung di tiang salib itu tidak bangkit seperti dikatakan murid-muridNya, namun murid murid sendirilah yang telah membawa dan menyembunyikan jasad Sang Guru lalu menghembuskan kabar bahwa Dia bangkit...!!!"

Hari ini aku tak bersama kawan kawanku, biarlah. Mereka mulai mengigau ditengah siang bolong. Dan aku tak mau menjadi tidak waras karena kehilangan kami ini. Tidak kupungkiri, kami sangat kehilangan Guru. 
Diawali malam itu saat Guru sedang berdoa dan tiba tiba datang tentara bersenjata dengan para imam membawa paksa Guru. Sejak itu, hidup kami bagai dijungkirkan tanpa ampun. Guru dijatuhi hukuman salib, kami mengikuti proses peradilannya dengan sembunyi sembunyi. Dengan mata kami sendiri kami melihat bagaimana Dia tetap tersenyum ketika orang mengolok olokanNya. MataNya menatap penuh kasih pada orang yang membuang muka padaNya. Bahkan Dia berkata "Ya Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" pada setiap orang yang menyakiti hati maupun badanNya. Dia akhirnya menarik dan menghembuskan nafasNya di atas salib itu.

Sementara kami? Kami masih harus hidup, menghadapi tatapan sinis dan ketidakpercayaan orang orang disekitar kami. Menghadapi semua perkara sendirian tanpa Guru? Bahkan kawan kawanku sepertinya mulai berkhayal  apakah karena kehilangan kami itu? Mereka mengatakan bahwa mereka bertemu Guru. Katanya Guru menemui Maria dan para wanita ketika mereka ada di makam. Bahkan kawan kami yang baru pulang dari emaus juga berkata bahwa mereka bertemu guru di jalan. Argggg kawan kawanku mulai gila... dan aku takmau ikut gila karena kesedihan kami.

Itu sebabnya aku memutuskan tetap mengurung diri di rumahku. Biarlah aku tidak bertemu petrus, Maria dan yang lainnya. Aku akan berdiam hingga mereka waras dan sadar bahwa guru telah meninggal. Di meja ruang tamuku aku terduduk diam. Tak ada yang bisa kulakukan. Aku mendengar suara ribut di luar pintu rumahku, sepertinya teman temanku datang. Mereka mulai memanggil namaku sambil menggedor pintu rumah kami.

Dengan enggan kubukakan pintu, sebelum tentara yang berkeliaran menangkap kawan kawanku. Kutarik segera tangan mereka untuk segera menyelinap masuk. Wajah kawanku penuh sukacita, seakan sukacita kami ketika kami masih bersama guru. Riang gembira mereka berceloteh tentang Guru yang menampakkan diri kepada mereka... "kalian gila...!!!" Seruku nyaring. Seketika hening mencekam kami.

"Damai sejahtera bagimu...".Sebuah suara yang sangat kami rindukan terdengar. 
"Damai sejahtera bagi kamu..." Lalu kulihat wajahNya menyapa kami dengan tatapanNya. "Tomas, kemarilah. Ini tanganku, katamu kamu hendak menusukkan jarimu di sini? Ini lambungku, kamu mau meletakkan tanganmu di sini? Ayo... ini Aku. Lakukanlah dan jangan kamu tidak percaya lagi, melainkan percayalah..."

Inilah aku, si tomas yang kurang percaya. Namun tahukah kalian, bahwa aku telah menjadi sangat percaya, bahkan meski aku melihat dengan mataku dan dapat menyentuh lambung dan telapaknya namun aku tidak menyentuhnya. Ya... aku percaya. Dialah Tuhanku Dialah Allahku.

Sumber : http://semrumekso.blogspot.co.id/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kutusuk TanganNya Dengan Jariku"

Post a Comment