MENGAPA?

Seorang penginjil di Amerika, Don Anthony, pernah mengalami krisis di dalam hidupnya. Di tengah perjalanan pelayanannya, Don Anthony menderita sakit dan menurut dokter penyakitnya sudah tidak mungkin tersembuhkan. Di ujung hidupnya, ia bertanya kepada Tuhan dengan sebuah kata “Mengapa…”, dan kemudian ia meninggal dengan tenang.

Pengalaman Don Anthony sama dengan pengalaman Tuhan Yesus. Di tengah perjalanan pelayananNya, Tuhan Yesus mengalami krisis dan ketertekanan. Memang, itu merupakan resiko dari apa yang dilakukanNya, yaitu melakukan sebuah perubahan demi terwujudnya Kerajaan Allah. Tuhan Yesus mengalami sebuah pengalaman yang pahit, karena Ia harus menerima ejekan, pukulan, dan siksaan-siksaan lainnya. Siksaan demi siksaan Ia terima, meskipun rasanya sangat perih dan menyakitkan. Dan diatas kayu salib, Ia pun berkata kepada Bapa dengan sebuah kata “Mengapa…”. Namun apa yang dikatakan Tuhan Yesus kepada Bapa, tidak membuatNya mundur dari tugas panggilanNya, malahan memperkuat panggilanNya sebagai penebus dosa manusia, dengan mati dikayu salib.

Kata “Mengapa….” memang sering kita ucapkan ketika kita berada dalam keadaan memprihatinkan. Seolah-olah kita ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan kepada Tuhan dengan awalan kata “Mengapa…”. Memang wajar jika kita mengajukan sebuah pertanyaan kepada Tuhan, ketika berada dalam suasana menyedihkan. Namun menjadi tidak wajar jika ada berkeinginan besar (obsesi) untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan kita, apalagi jika kita menyalahkan keadaan. Misalnya, kita sedang mengalami sakit yang luar biasa, kemudian kita menyalahkan diri kita karena sakit itu merupakan sebuah ganjaran dari dosa kita, lalu kita mengajukan pertanyaan dan pernyataan kepada Tuhan, ”Mengapa….ini harus terjadi….bukankah aku rajin beribadah….”.

Mari kita belajar dari kehidupan Don Anthony dan Tuhan Yesus. Di tengah krisis dan ketertekanan, Don Anthony mengajukan pertanyaan “Mengapa….”, bukan karena ia protes kepada Tuhan atas ketidakadilan Tuhan. Demikian Tuhan Yesus, Ia memanggil Bapa, yang seolah-olah meninggalkanNya ketika dipuncak krisis yang dialamiNya, Tuhan Yesus tidak protes atas ketidakadilan Bapa terhadap diriNya. Don Anthony dan Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan “Mengapa…”, karena berserah dan memahami bahwa Tuhan tidak meninggalkan Don Anthony dan Tuhan Yesus (mereka) dalam keadaan krisis. Don Anthony akhirnya bisa meninggal dengan tenang, ketika ia pasrah dan tahu bahwa tubuhnya sakit dan tetapi rohnya tetap hidup. Don Anthony tidak berusaha mencari jawaban dari penderitaannya, namun cukup ketika mengajukan pertanyaan kepada Tuhan, “Mengapa…” ia memahami bahwa penyakitnya adalah proses dari pertumbuhan imannya. Demikian Tuhan Yesus, ketika Ia mengajukan pertanyaan “Mengapa (ayat 46)” Ia tidak berusaha mencari jawaban atas penderitaanNya, dan tidak mengubah keadaan sengsara itu menjadi sukacita, meskipun sebenarnya Ia mampu. Sebaliknya, dengan kata “Mengapa…” itu, Tuhan Yesus menyerahkan hidupNya kepada Bapa, dan memahami bahwa itu merupakan sebuah proses hidup pelayanan Tuhan Yesus sebagai juru selamat, dengan menyerahkan nyawaNya (ayat 50).

Lalu bagaimana dengan kita dalam kehidupan sekarang ini? Beberapa waktu lalu bangsa kita dilanda berbagai masalah (gunung merapi, gempa mentawai), dan juga masalah-masalah actual lainnya (kemiskinan, gizi buruk, seks bebas, narkoba, perselingkuhan). Pernahkah kita mengajukan pertanyaan kepada Tuhan, “Mengapa….ini harus terjadi”. Tentu kita pernah melakukannya. Namun mari kita belajar, pertanyaan kita tersebut bukan merupakan bentuk protes kita, namun itu sebuah proses yang kita jalani, dalam rangka kita memahami kehendak Allah dalam hidup kita, bukan dalam rangka mencari jawaban di tengah permasalahan yang kita alami. Seorang nenek tua korban gunung merapi di tanyai seorang relawan, “Apa yang ibu rasakan…semua harta benda habis….”. Nenek itu menjawab, “Tidak apa-apa…yang penting nyawa saya terselamatkan”. Nenek tersebut tidak berusaha mencari jawaban dari penderitaannya, namun ia mengalami proses pertumbuhan iman, karena tidak protes kepada Tuhan atas bencana yang dialaminya.

Lihatlah manusia itu! Lihatlah Yesus. Tuhan Yesus menjadi cerminan kita di dalam penderitaan yang kita alami. Penderitaan yang kita alami, bukan membuat iman kita mundur, bukan membuat kita menyerah atas keadaan, namun membuat kita bangkit dan mengimani bahwa Tuhan mempunyai rencana indah di balik peristiwa yang kita alami, yaitu menumbuhkan iman kita dengan menyerahkan diri kita di tangan Tuhan.

Alamilah pertumbuhan iman Saudara di dalam penderitaan yang Saudara alami. Amin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MENGAPA?"

Post a Comment