Dalam kehidupan Kristen kita memahami bahwa kekristenan merupakan sebuah keyakinan yang didasarkan pada relasi yang intim antara manusia dengan Tuhan, Allahnya. Relasi yang intim ini dibangun melaui beragam disiplin rohani. Dalam Injil Matius, pada rangkaian khotbahNya di bukit, Yesus memperhatikan 3 hal yang menjadi cara orang-orang Yahudi dalam menunjukkan spiritualitas mereka dalam aktifitas ritual; yaitu, sedekah, doa, dan puasa. Pada masing-masing perikop selalu muncul kalimat atau frasa “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, doa dipahami sebagai permohonan kepada Tuhan, sementara dalam kamus Webster doa dijelaskan dengan “Persekutan dengan Allah.” Pemahaman Kristen yang berdasarkan Alkitab mendukung penulisan Webster berkaitan dengan makna doa. Dalam bahasa asli Perjanjian Lama (PL - Ibrani) ada 7 kata berbeda yang digunakan untuk menjelaskan makna doa, sementara ada 6 kata berbeda pada bahasa Yunani yang digunakan dalam Perjanjian Baru (PB). Karena keterbatasan waktu dan ruang untuk menulis, maka mungkin di kesempatan lain satu persatu kata yang digunakan dapat dibahas untuk menjelaskan secara detail apa dan bagaimana doa. Namun yang menarik adalah bahwa dari ke 13 kata yang berbeda, makna yang terkandung dalam penggunaan kata-kata tersebut menjelaskan satu hal yang sama, yakni bahwa doa merupakan persekutuan dengan Allah.
Memperhatikan penjelasan di atas maka pertanyaan, “Apakah doa selalu dikabulkan?” menjadi tidak relevan, bukan karena Tuhan selalu menjawab ‘ya’ terhadap semua doa kita, namun karena doa bukanlah sebuah aktifitas untuk memohon Tuhan melakukan sesuatu bagi kita, karena doa adalah persekutuan dengan Allah.
Yesus Berdoa
Selama kehadiranNya yang pertama di muka bumi, Yesus yang dibesarkan dalam budaya dan keyakinan Yahudi, juga melaksanakan aktifitas doa. Tidak jarang kita menemukan dalam catatan Injil bahwa Yesus berdoa, bahkan dalam berbagai kesempatan Yesus berdoa. Salah satu doa Yesus yang tercatat dan sangat menarik adalah ketika Dia bergumul di Getsemani. Doa yang disampaikan hanya satu, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Yesus ketika berdoa di Getsemani ini bukan sekedar basa-basi. Tabib Lukas menggambarkan kesungguhan Yesus dengan mengatakan, “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Para ahli kedokteran mengkonfirmasi bahwa memang dimungkinkan bila seseorang dalam pergumulan yang sangat luar biasa keringatnya bercampur darah akibat pecahnya pembuluh darah. Bila memperhatikan kesungguhan ini, dengan menggunakan pemahaman bahwa doa adalah permohonan kepada Allah, maka semestinya, seharusnya, dan sepantasnya bila doa Yesus dikabulkan oleh Bapa di sorga. Seorang pengajar doa, Doa Bapa Kami, yang oleh sebagian pengikutNya doa itu dipahami sebagai mantera, yang pasti dan selalu dikabulkan, tetapi doaNya tidak dikabulkan oleh Bapa. Mengapa???
Karena doa bukan berbicara soal permohonan dan pengambulan oleh Allah, doa berbicara tentang kehendak Allah bagi setiap orang yang menghadap Dia.
Doa Bapa Kami
Dengan masih memperhatikan konsep bahwa doa adalah permohonan kepada Allah, mari kita mengamati Matius 6:5-8 yang merupakan kalimat-kalimat pendahuluan yang menghantar diajarkannya Doa Bapa Kami oleh Yesus. Yesus memahami bahwa bagi kebanyakan orang doa merupakan rangkaian permohonan yang disampaikan kepada Allah. Karena itu dalam bahasa yang dapat dipahami oleh kebanyakan orang Yesus menyampaikan bahwa doa yang hanya pemanis bibir dan doa yang menunjukkan ketidakpercayaan kepada Allah pastilah tidak dikabulkan oleh Allah. Apalagi, mereka yang berdoa ini tidak memiliki pengenalan akan Allah.
Ketika kita datang kepada Allah haruslah kita percaya bahwa Allah ada dan bahwa Ia berdaulat atas kehidupan semesta. Dengan pemahaman inilah maka, “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” dinaikkan. Dengan keyakinan bahwa Allah ada di sorga, dengan keyakinan bahwa nama Allah kudus, maka kita menundukkan diri dihadapanNya mengakui bahwa Dia, Allah, berdaulat atas semesta, baik di sorga tempatNya bersemayam, ataupun di bumi tempat kita, ciptaanNya tinggal. Ketika kita mengakui keberadaan ini maka kemauan dan keakuan kita bukanlah menjadi yang utama dalam kehidupan kita sendiri. Di dalam pemahaman ketertundukan inilah kita menghadap, kita menyampaikan segala pergumulan kita, kita memohon belas kasihNya pada kehidupan kita.
Kita berdoa
Dalam pengajaranNya tentang pokok anggur yang benar, Yesus mengatakan, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Bila kita masih memperhatikan doa sebagai permohonan kepada Allah, Yesus memberikan resep agar doa kita dikabulkan oleh Bapa. Resep ini berkaitan dengan relasi yang intim antara kita dengan Yesus, kita mengidentifikasi diri kita sebagai pengikut Kristus yang tetap tinggal di dalam Kristus dan menggumulkan firman Tuhan untuk dipraktekkan dalam kehidupan keseharian. Dari sini semakin ditegaskan bahwa doa tidak berfokus pada pemintaan dan pengabulan, tetapi lebih kepada relasi yang intim dengan Allah (rekan-rekan persekutuan mahasiswa Kristen selalu menyebutkan dengan istilah HPDA / HPDT – Hubungan Pribadi dengan Allah / Tuhan).
Sekali lagi, bila kita masih memperhatikan doa sebagai sebuah rangkaian permohonan maka kita perlu memperhatikan apa yang disampaikan oleh Yohanes, dalam suratnya yang pertama kepada jemaat yang tersebar, “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.” Jelas dari sini bahwa doa-doa yang pasti dikabulkan adalah doa-doa yang adalah kehendak Allah, bukan doa-doa yang muncul dalam keinginan kedagingan kita.
Bila kita lebih lanjut menggumulkan, memang doa menjadi gerbang untuk memahami seberapa jauh orang yang berdoa mengenal dan berelasi dengan Allah. Hal ini karena memang doa dibangun oleh pemahaman akan Tuhan dan pemahaman akan diri sendiri. Kesadaran bahwa Tuhan adalah Allah yang mau dihampiri mendorong orang untuk berani menyampaikan apa yang ada dalam benak kita. Namun juga kenyataan akan dosa dan kelemahan manusia juga harus menjadi kesadaran diri kita bahwa kita tidak akan layak untuk menerima anugerah Allah.
Karena itu marilah kita tetap berdoa karena ada anugerah Allah yang tersedia bagi kita, dan anugerah Allah yang terbesar adalah AnakNya yang tunggal yang dikaruniakanNya bagi kita sehingga kita memiliki kehidupan yang kekal. Tetaplah berdoa dan mengucapsyukurlah senantiasa karena kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah, yaitu yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah, untuk kemuliaanNya.
0 Response to "Doa Tuhan Yesus pun Tidak Dikabulkan Allah Bapa"
Post a Comment